Saturday 23 September 2017



40 Tahun sejak kepergian Maria Callas, dunia tak ikut mati.

Matahari tetap bersinar pada pagi hari dan burung-burung tak menghentikan nyanyiannya. Tetapi sejak kematiannya, ia tak pernah tergantikan. Sang Diva, Queen of the operaLa DivinaPrimadonna Assoluta atau apapun orang memanggilnya, ia tetaplah Maria Callas, yang hingga hari ini, ia masih menjadi defenisi dari kata 'Diva'.



Mendengarkan suaranya seperti membawamu pada ujung dunia, dimana yang ada hanya dirimu dan angin yang berhenti berhembus. Ia tak menjadikan dedaunan jatuh, hanya menggantung saja. Kepedihan, kepahitan bahkan air mata hanya bergantung di sudut matamu. Ketika pekikan suara yang Diva seakan membawa jiwamu pada sebuah padang nan gersang. Dunia seperti tersedot masuk pada pusaran singularitas ruang dan waktu. Hampa, hanya hampa.



Dengan demikian, tepukan di La Scalla tak pernah terlalu meriah sejak Sang Diva meninggalkan panggungnya. Karena Madam Callas, seorang penyanyi, interpreter, artis, atau apapun kau menyebutnya tak meninggalkan banyak, tetapi ia mewarisi apa yang tak banyak penyanyi miliki, ketika ia bernyanyi menggunakan hati. Hanya dengan hati. Itu saja.

(Rangga Wirianto Putra untuk 40 tahun Kepergian Maria Callas)







ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM NOVEL “ THE SWEET SINS”   KARYA RANGGA WIRIANTO PUTRA Amalia Meldani Mahasiswa Prodi Sastra Ind...