Friday 4 January 2013

The Sweet Sins dan teman-teman pembacanya


Dear friend,
Belum terlambat rasanya saya mengucapkan Selamat Tahun Baru 2013 kepada teman” semua. Prosit Neujahrs fur alle meine Freunde J
Pertama dan utama sekali saya ingin mengucapkan terimakasih berkat bantuan tak terduga dari seseorang, Blog ini dapat kembali aktif, setelah sebelumnya ‘mogok’ tidak bisa dibuka. Hari ini, 04 Januari 2013. Lagi, setiap bangun tidur, selalu ada messages di email, facebook atau di BBM yang berkomentar tentang “The Sweet Sins” dari pembaca. Saya sangat menghargai apa pun yang pembaca tulis tentang The Sweet Sins. Ada yang menuliskan tentang manfaat dari buku ini, atau ada juga yang menuliskan tentang terimakasihnya kepada saya karena telah menuliskan The Sweet Sins. Dengan ini saya mengucapkan banyak terimakasih kepada teman-teman pembaca The Sweet Sins.
Tetapi, ada satu bagian yang cukup menarik perhatian saya, ada beberapa dari pembaca mengatakan bahwa tidak jarang mereka menangis ketika atau setelah membaca The Sweet Sins, itu terlihat dari kata-kata seperti, ‘sudah membuat air mata saya tumpah saat bagian klimaksnya’, ‘air mata gue langsung netes ketika Ardo menerima perjodohan itu padahal Reino sudah berjuang untuknya’, ‘di halaman 200-an aku nangis, aku ampe bisa ngerasain perihnya Reino… be strong!’. Itulah sebagian komentar yang diberikan oleh teman-teman pembaca kepada saya.
Sebagai seorang penulis, saya merasa mempunyai beban moral tersendiri untuk mempertanggungjawabkan sebuah karya atau hasil tulisan saya kepada teman-teman pembaca. Dengan ini, saya ingin meminta maaf jika The Sweet Sins telah membuat teman-teman pembaca ikut merasakan apa yang saya tuliskan. Besar harapan saya, teman-teman pembaca dapat memetik pelajaran atau manfaat dari buku ini, sekecil apapun manfaatnya. Karena cuma dengan begitulah nama seorang penulis bisa ditorehkan dalam hati setiap pembaca.
Tanggal 9 November, dua yang lalu, The Sweet Sins dibedah di pameran buku yang diselenggarakan oleh IKAPI, Ikatan Penerbit Indonesia. Sebagai pembedan, Mbak Herlinatiens mengatakan bahwa setiap buku, atau setiap karya sastra itu mempunyai dunianya sendiri. Agaknya ini lah yang dirasakan oleh teman-teman pembaca The Sweet Sins, pembaca memasuki dunia Reino dan Ardo sehingga teman-teman pembaca ikut merasakan konflik apa yang saya tuliskan di buku ini. Di dalam benak pembaca, tampaknya itu mewujud nyata, disamping gaya bahasa yang saya gunakan adalah gaya bahasa bertutur dan point of view atau sudut pandang yang saya gunakan adalah sudut pandang orang pertama. Artinya, pembaca sengaja saya libatkan untuk menempatkan diri mereka sendiri sebagai tokoh utama, sebagai Reino. Dan, tugas penulis adalah membuat setiap scene atau adegan itu se-real mungkin, di-setting senyata mungkin sehingga membawa pembaca benar-benar memasuki dunia yang kita sajikan buat mereka. Saya sangat setuju dengan pendapat seorang penulis ternama, Andrei Aksana, dalam sebuah bukunya, beliau mengatakan bahwa penulis itu adalah tuhan dengan ‘t’ kecil. Yang artinya, penulis memang mempunyai hak prerogatif untuk mengatur semua yang ada di dalam naskahnya. Masalahnya apakah naskah itu benar-benar hidup ataukah hanya naskah yang numpang singgah lalu pergi dari benak pembaca? Itu semua ada di tangan teman-teman pembaca.
Pada hari yang sama, ketika The Sweet Sins dibedah, salah seorang pengunjung bertanya kepada saya, ‘dalam hubungan homoseksual, apakah cinta itu fitrah baginya?’. Lalu, saya menjawab, cinta dan fitrah saya rasa itu adalah dua hal yang berbeda. Saya lebih cenderung menerima pernyataan bahwa fitrah manusia adalah mencintai itu benar. Tetapi, bagaimana cinta itu, kepada siapa cinta itu kita berikan dan bagaimana bentuk dari rasa cinta, itu yang harus ditinjau lagi. Jangan terburu-buru mengatakan bahwa cinta pada kaum homoseksual itu adalah salah atau benar. Karena salah atau benar saja masih tidak ada ukurannya. Jadi, saya lebih cenderung mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai cinta tetapi dengan cara mereka sendiri mewujudkan cintanya. Persoalan salah atau benar, heteroseksual atau homoseksual, itu tidak bisa dijadikan premis untuk mengambil sebuah kesimpulan.
Lalu pertanyaan selanjutnya yang bagi saya cukup sulit untuk menjawabnya adalah, ‘bagaimana kontribusi buku ini terhadap komunitas LGBT dan apakah karya sastra tentang LGBT ini salah satu upaya untuk legalisasi Undang-undang Pernikahan Sesama Jenis?’ Dengan berusaha menarik napas saya menjawab, tidak ada hubungannya sebuah karya sastra (termasuk karya sastra yang bercerita tentang LGBT) dengan legalisasi suatu undang-undang tertentu. Aneh rasanya ketika saya membayangkan bahwa saya menuliskan The Sweet Sins adalah bertujuan untuk legalisasi pernikahan sesama jenis. The sweet sins mempunyai dunianya sendiri, kisah cerita selama satu tahun antara Reino dan Ardo yang pada akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah, sama sekali tidak menyinggung apalagi mengajak orang untuk menjadi homoseksual bahkan melegalkan pernikahan sesama jenis. Tanpa menghilangkan rasa hormat saya kepada yang bertanya, saya kuat menduga bahwa yang bertanya belumlah membaca karya saya.
Terdapat perbedaan antara karya sastra murni dengan karya-karya yang cenderung provokatif, artinya karya tersebut sengaja dibuat untuk satu tujuan tertentu, biasanya memuat hal-hal yang cenderung dipaksakan, pencitraan dan biasanya ditunggangi oleh satu kepentingan tertentu. Saya rasa itu lah jawaban mengapa sedikit penulis yang akhirnya menjadi politikus. Karena, seorang penulis sejati, mempunyai idealisme sendiri, sedangkan politikus, adalah idealism banyak orang. Maka, bukan ranah seorang penulis – apalagi saya – untuk menjudge bahwa suatu karya adalah dengan tujuan legalisasi atau bukan.
Beberapa hari yang lalu, seorang pembaca bertanya kepada saya melalui e-mail, apakah ada kemungkinan The Sweet Sins akan diangkat ke layar lebar? Pertama saya mohon maaf kepada teman-teman pembaca bahwa jika The Sweet Sins diangkat ke layar lebar, maka akan menghabiskan dana yang cukup besar dan durasi yang tidak seperti film-film kebanyakan, dikarenakan setiap bagian dari film akan mengikuti struktur seperti di Novel aslinya. Apalagi, untuk musik, musik pengiring haruslah orkestrasi lengkap layaknya sebuah pertunjukan opera. Melihat keterbatasan tersebut, rasanya untuk saat ini, The Sweet Sins belum akan diangkat ke layar lebar, disamping segmen pembaca dan penonton film adalah dua orang yang berbeda. Saya tidak ingin membuat pembaca saya merasa kecewa, karena sudah beberapa orang yang berekspektasi besar terhadap beberapa tokoh yang layak untuk diajukan menjadi pemain di Film, diantaranya Nikolas Saputra, Prabu Revolusi bahkan Deni Sumargo mereka anggap cocok untuk mewakili tokoh-tokoh tersebut. Jujur, ketika saya menulis The Sweet Sins, saya tidak membayangi pemeran siapapun ketika saya menulis tentang Ardo, Reino dan pemeran yang lain.
Tetapi, bagaimanapun juga, saya menerima semua masukan dari teman-teman pembaca, tidak hanya untuk memacu semangat agar menghasilkan karya lebih baik, tetapi sebagai koreksi terhadap diri saya secara pribadi…

Salam. Rangga Wirianto.
04 Januari 2013


1 comment:

  1. DEWADOMINOQQ adalah situs online terbesar dan terpercaya di Indonesia.
    Ayo Segera Bergabung Disini!
    * Bonus Turnover 0.5%
    * Bonus Referral 20%
    * Dan masih banyak lagi bonus yang menanti

    Hanya dengan minimal deposit dan withdraw Rp. 15.000,-
    Bos ku sudah bermain didalam nya 1ID dengan 7 Permainan

    Disini kami menyediakan
    * POKER
    * DOMINOQQ
    * ADUQ
    * BANDAR POKER
    * BANDARQ
    * CAPSA SUSUN
    * SAKONG

    Kami juga didukung oleh 6 bank besar di Indonesia:

    BCA, BNI, BRI, MANDIRI, DANAMON dan CIMB Niaga

    BBM : 2B5E9CDB
    What App: +85593827759

    ReplyDelete

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM NOVEL “ THE SWEET SINS”   KARYA RANGGA WIRIANTO PUTRA Amalia Meldani Mahasiswa Prodi Sastra Ind...