Mantegna
Tarochi in Clinical Setting
Sebuah Studi Literatur Penggunaan
Tarot di dalam Asesmen Psikologis
Sebuah Studi Literatur Penggunaan
Tarot di dalam Asesmen Psikologis
Rangga Wirianto Putra S. Psi
Universitas Gunadarma
ABSTRACT
This
literature study aims to look more closely what if the Tarot cards are used as
an assessment tool in transpersonal psychology. In this case, the Tarot cards
used are Mantegna Tarocchi - E-series made in Italy in the year 1465. The study
of literature discusses the origins of Tarot more comprehensively to do with
the Transpersonal Psychology approach, where Transpersonal Psychology approach is
basically see humans based body, mind / mental, soul and spirit. This
literature study using historical studies, psychology, and philosophy in
particular hermeneutic philosophy. Results of the study of literature shows
that it is possible if the Tarot is used in the assessment of psychological,
especially with the approach of Transpersonal Psychology as Tarot load
relationship or the principle of synchronicity between someone with a row of
Tarot cards.
Keywords:
tarot, assessment, literature, transpersonal.
ABSTRAK
Studi
literatur ini bertujuan untuk melihat lebih dekat bagaimana jika Kartu Tarot
digunakan sebagai alat asesmen di dalam ilmu psikologi transpersonal. Dalam hal
ini, Kartu Tarot yang dipergunakan adalah Mantegna Tarocchi - E-series buatan
Italia pada tahun 1465. Studi literatur ini membahas asal-usul Tarot secara
lebih komprehensif hingga kaitannya dengan Psikologi dengan mahzab
Transpersonal, dimana mahzab Psikologi Transpersonal ini pada dasarnya melihat
manusia berdasarkan tubuh, pikiran/mental, jiwa serta roh. Studi literatur ini
menggunakan kajian sejarah, psikologi, dan
filsafat khususnya filsafat hermeneutik. Hasil dari studi literatur ini
menunjukkan bahwa adalah memungkinkan jika Tarot dipergunakan dalam asesmen
psikologis, terutama dengan pendekatan Psikologi Transpersonal karena Tarot
memuat hubungan atau prinsip sinkronisitas antara seseorang dengan deretan
Kartu Tarot.
Kata Kunci: tarot, asesmen, literatur,transpersonal.
PENDAHULUAN
Pada mulanya, Tarot telah dikenal di dalam dunia Psikologi melalui Carl
Gustav Jung (1875-1961). Jung adalah psikolog pertama yang menyadari simbolisme
dalam Tarot. Ia melihat 22 kartu Tarot arkarna mayor menggambarkan Archetype – tema-tema yang melekat pada
ketidak-sadaran manusia. Bagi Jung, jiwa manusia hidup terpisah dalam tiga
bagian: sadar, ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Jung percaya
bahwa "ketidaksadaran kolektif” adalah dasar dari apa yang dahulu kala
disebut 'simpati dari segala sesuatu' (Jung, 1991). Archetype dan simbol universal hidup di bawah sadar pribadi dan
kolektif, membentuk persepsi dan pengalaman. Archetype adalah kecenderungan yang tidak dapat dipelajari untuk
mengalami hal-hal tertentu melalui jalan-jalan tertentu. Archetype tidak memiliki wujud pada dirinya sendiri, tapi dia
beraksi sebagai “prinsip penentu” pada apa-apa yang dilihat atau yang dilakukan.
Archetype secara laten tersembunyi
dalam semua orang dan akan diberi ungkapan simbolis menurut situasi historis di
mana orang itu tercakup. Archetype
sering kali muncul dalam mitos, cerita rakyat, atau mimpi. Jung kemudian memandang tarot memiliki
arketip-arketip pada diri manusia. Ia melihatnya di dalam 22 kartu Tarot
arkarna mayor Dek Kartu Tarot de
Marseille.
Penggunaan Tarot atas dasar Archetype
ini digunakan oleh beberapa psikolog sebagai wadah konseling. Konselor meminta
klien untuk memilih beberapa kartu dan mengidentifikasi diri mereka dalam
gambar-gambar yang tertera pada kartu tersebut. Apa yang mereka lihat? Apa yang
sedang terjadi dalam gambar tersebut? Apa perasaan yang kira-kira dirasakan
ketika melihat kartu tersebut? Seketika teknik ini mengingatkan pada tes
proyektif seperti Rorschach, TAT serta Blacky Pictures Test pada anak-anak,
yaitu alat psikologis berbentuk proyektif yang meminta klien untuk
mengidentifikasi gambar.
Jauh sebelum Dek Kartu Tarot de
Marseille dibuat yaitu setidaknya pada tahun 1889, telah ditemukan bentuk
Tarot yang lebih awal, yaitu Dek Kartu Mantegna Tarocchi. Kartu ini dibuat pada
abad ke-15 di Italia. Tempat dan tanggal penciptaan mereka masih diperdebatkan,
namun diperkirakan Ferrara adalah tempat asal kartu ini pada sekitar tahun 1465
(E-series) dan 1470-5 (S-series). Dek Mantegna Tarocchi merujuk tentang dunia
filosofis khas zaman Renaissance, yaitu hierarki yang dimulai
dari manusia dengan tingkat terendah menuju tingkat tertinggi, yaitu kekuatan
universal atau kebersatuan dengan semesta alam. Model hierarki ini telah banyak
digunakan, termasuk di dalam dek tarot yang lebih modern, diantaranya Tarot de Marseille dan Tarot Rider.
Pertanyaan yang muncul kemudian yang merupakan pertanyaan penelitian
adalah, bagaimana cara kerja Kartu Tarot menurut perspektif Ilmu Psikologi?
Lalu, bagaimana Tarot dapat merepresentasi atau memotret kepribadian manusia?
Dan yang terakhir, berdasarkan karakteristiknya, layakkah Dek Kartu Mantegna
Tarocchi dijadikan alat asesmen Psikologis?
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi literatur. Studi
literatur merupakan pembahasan literatur pada bidang tertentu dari suatu
penelitian. Studi ini merupakan gambaran singkat dari apa yang telah
dipelajari, argumentasi, dan ditetapkan tentang suatu topik, dan diorganisasikan
secara kronologis atau tematis. Studi ini dilakukan dengan mencari referensi
teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan, dalam hal ini
adalah penggunaan Tarot sebagai tools
untuk asesmen Psikologis. Referensi teori yang diperoleh dengan jalan
penelitian studi literatur dijadikan sebagai fondasi dasar dan alat utama bagi
praktek penelitian.
Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang diperoleh dari jurnal, buku yang memuat dokumentasi, dan internet. Data
sekunder diperoleh dari hasil mengelompokkan bagian-bagian yang memiliki ide
parallel atau unit-unit yang memuat kesamaan ide yang mendasari tema.
Metode Analisis Data
Data-data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan metode
analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara
mendeskripsikan berbagai fakta-fakta dan teori yang kemudian disusul dengan
analisis, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga memberikan pemahaman
dan penjelasan secukupnya. Sedangkan hasil analisis dipaparkan dalam uraian
deskriptif-argumentatif.
PEMBAHASAN
Lebih dari lima abad Tarot telah dipergunakan di Eropa untuk bermain
kartu dan meramal, tetapi lebih banyak dipergunakan untuk doktrinisasi secara
rahasia. Tarot juga dipandang sebagai simbol dari kebudayaan kuno dan
mempengaruhi para pemikir abad pencerahan yang hingga saat ini masih memiliki
pengaruh terhadap kehidupan modern (Case, 1920). Studi terhadap Kartu Tarot
telah dimulai setidaknya pada tahun 1920. Paul Foster case (1920) di dalam
bukunya, An Introduction to the Study of
the Tarot menyatakan bahwa pada awalnya buku ini betujuan untuk menunjukkan
bagaimana menggunakan Tarot untuk tujuan membangkitkan pemikiran dan pemikiran
tersebut dibawa ke permukaan kesadaran yang penuh, prinsip-prinsip dasar
Okultisme Sains, yaitu ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan yang
tersembunyiyang terdapat di alam semesta yang terletak tersembunyi di diri umat
manusia. Semua prinsip-prinsip ini didasarkan pada satu kebenaran tunggal, dan
pengetahuan tentang kebenaran yang telah dibawa oleh setiap umat manusia tetapi
kebenaran tersebut belum ditemukan untuk kemudian dibawa ke alam kesadaran
untuk kemudian dipergunakan.
Studi empiris terhadap Tarot telah dimulai setidaknya sejak tahun
1983. Blackmore (1983) yang menyatakan bahwa Tarot memiliki validitas yang
tinggi ketika menghasilkan interpretasi terhadap kepribadian subjek, terutama
ketika pembaca Tarot dan subjek dalam kondisi saling berhadapan. Subjek
mengatakan bahwa hasil dari analisis kepribadian mereka menggunakan kartu Tarot
adalah memiliki kesesuaian terhadap kepribadian mereka yang sebenarnya. Studi
ini memperkuat posisi Kartu Tarot di dalam asesmen psikologis.
Di dalam Ilmu Psikologi, Tarot telah dikenal melalui Carl Gustav Jung
(1875-1961). Jung adalah psikolog pertama yang menyadari simbolisme dalam Tarot
(Jung, 1933). Jung melihat 22 kartu Tarot arkarna mayor Dek Kartu Tarot de Marseille yang menggambarkan Archetype – tema-tema yang melekat pada
ketidak-sadaran manusia (Bair, 2004). Archetype
merupakan isi dari ketidaksadaran kolektif, yang berarti mereka asli (primal),
pola yang diwariskan dan merupakan bentuk-bentuk dari pikiran dan pengalaman
(Coster, 2010). Archetype sendiri berasal
dari bahasa Yunani, arche dan tupos. Arche atau 'first principle'
menunjuk ke sumber penalaran kreatif, yang tidak bisa diwakilkan atau dilihat
secara langsung (Coster, 2010). Tupos,
atau ‘impression', yaitu kesan yang mengacu
pada salah satu dari berbagai manifestasi dari ‘prinsip pertama’. Secara lebih
spesifik, di dalam bukunya The Archetypes
and the Collective Unconscious, Jung (1991) menjelaskan tentang Archetype. Archetype adalah panduan batin, yang menyajikan sebuah struktur
dalam untuk pengalaman, motivasi serta makna. Archetype ini membantu individu pada dirinya sendiri, dalam bentuk perjalanan
hidup yang unik atau pengalaman spiritual. Penggunaan terminologi spiritual
tidak semata-mata merujuk pada pengalaman beragama, tetapi mencakup seluruh
wilayah kesadaran (states of consciousness)
dan semua fungsi dan kesadaran yang dilakukan menyangkut kebernilaian berdasarkan
norma ethic, aesthetic, heroic, humanitarian dan altruistic value (Assagioli, 1991).
Jung menyatakan bahwa individu tidak bisa menentukan jumlah Archetype dengan pasti. Archetype-Archetype tersebut saling tumpang tindih dan cair. Namun ada
beberapa Archetype menurut Jung,
yaitu:
1.
Archetype
ibu. Archetype ibu adalah salah satu
sosok yang paling baik. Manusia tidak akan bisa bertahan hidup tanpa adanya
hubungan dengan sosok ibu ketika manusia masih bayi dan tidak berdaya.
2.
Archetype
ayah. Ayah sering disimbolkan sebagai sosok pelindung dan penguasa.
3.
Archetype
anak. Archetype anak sering
direpresentasikan dengan masa depan.
4.
Archetype
pahlawan. Archetype pahlawan identik
dengan sosok yang bijaksana dan penyelamat.
5.
Archetype
penyihir. Peran penyihir adalah menghalangi kemenangan si pahlawan dan membuat
kesulitan-kesulitan.
6.
Archetype
hermaprodit. Yaitu yang melambangkan persatuan 2 hal yang berlawanan.
7.
Archetype
diri. Diri adalah Archetype yang
mempresentasikan transendensi segala bentuk oposisi dan dengan begitu segala
aspek di dalam kepribadian individu diekspresikan secara seimbang.
Namun, menurut Coster (2010) secara umum, ada 19 macam Archetype, yaitu:
1.
Innocent : individu memandang hidup
sebagai sesuatu yang menyenangkan dan menganggap lingkungannya sebagai sesuatu
yang aman sehingga mudah percaya pada orang lain serta mempunyai optimisme yang
tinggi
2.
Orphan : individu memandang hidup
tidaklah mudah, sehingga ia bisa belajar dari masalah dan pengalamannya untuk
lebih berhati-hati.
3.
Warrior : individu mempunyai tingkat
keberanian yang tinggi dalam menghadapi segala hal.
4.
Caregiver : individu mempunyai
tingkat kepedulian yang tinggi terhadap sesama.
5.
Seeker : berjiwa petualang, mandiri
dalam rangka mencari jati diri, tampil beda dan beraktualisasi diri
6.
Ruler : sebagai individu alternatif.
Individu yang mempunyai kesiapsiagaan dalam banyak hal.
7.
Lover : individu penuh kasih sayang,
suka keindahan, sangat menekankan pada pentingnya suatu hubungan.
8.
Destroyer : individu mempunyai
kemampuan dalam hal kapan harus bertindak, strategic,
berani meninggalkan sesuatu yang dianggapnya sudah tidak ‘layak’
dilakukan/dianut lagi
9.
Creator : individu yang Imajinatif
dan kreatif, mudah mendapatkan inspirasi ketika dihadapkan pada masalah
10.
Magician : individu yang berwibawa
dan mampu mengorganisir banyak orang untuk mencapai tujuan bersama
11.
Sage : individu yang Bijaksana,
kritis dan analitik terhadap setiap permasalahan
12.
Jester : individu yang mampu
mengkondisikan suasana (bina suasana), humoris, dianggap ‘ganjil’ jika tidak
ada dan akan meng’genap’kan jika ada.
13.
Hero: Diri atau tokoh utama
14.
Mentor: memberikan motivasi, wawasan
dan latihan untuk menolong tokoh utama
15.
Threshold guardian: melindungi sebuah
dunia berikut dengan rahasia di dalamnya dari tokoh utama dan seringkali
memberikan ujian untuk pembuktian komitmen dan ketangguhan tokoh utama.
16.
Herald: Karakter pemberita masalah
yang harus dihadapi atau tantangan dan mengumumkan tentang perubahan yang
signifikan
17.
Shapeshifter: karakter yang
menyesatkan dengan menyembunyikan sisi kekuatan dan loyalitas sang tokoh utama
18.
Shadow: representasi dari sisi gelap,
penolakan. Simbolisasi dari ketakutan dan phobia
19.
Trickster: sang penipu yang membuat
dunia yang aman menjadi chaos dengan
memanfaatkan kejenakaan dan kelucuan karakter mereka. Penipu menggunakan tawa
dan ejekan untuk membuat orang-orang melihat keanehan dari sebuah situasi dan
mungkin dapat memaksa terjadinya perubahan.
Archetype dikatakan bersifat
psychoid, yaitu bersifat fisik dan
psikologis sekaligus. Akibatnya Archetype
dapat membawa ke dalam kesadaran suatu gambaran jiwa tentang peristiwa fisik
meskipun tidak ada persepsi langsung terhadap peristiwa fisik tersebut. Archetype tidak menyebabkan dua
peristiwa; tetapi ia memiliki suatu kausalitas yang memungkinkan sinkronisitas
itu terjadi. Oleh karena Tarot memuat Archetype-
Archetype maka dapat diambil kesimpulan bahwa cara kerja Tarot bukanlah menggunakan
prinsip random, tetapi menggunakan asas Sinkronisitas (Synchonicity).
Jung
mengemukakan suatu prinsip yang bukan kausalitas dan juga bukan teleology. Ia menyebutnya sebagai
prinsip sinkronisitas. Jung menciptakan istilah sinkronisitas ini untuk menggambarkan
apa yang ia sebut sebagai peristiwa-peristiwa bukan-sebab-akibat yang kebetulan
terjadi bertepatan secara temporal. Jung menggambarkan sinkronisitas secara
bervariasi sebagai sebuah “prinsip bukan-sebab-akibat yang menghubungkan
(kebersamaan)”, “peristiwa kebetulan bermakna”, dan “paralelisme
bukan-sebab-akibat”.
Prinsip sinkronisitas itu kemudian diterapkan pada peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada saat yang sama, tetapi peristiwa yang satu tidak disebabkan
oleh peristiwa yang lain. Prinsip sinkronisitas bertujuan mempertahankan bahwa
sama seperti halnya peristiwa-peristiwa yang dapat dihubungkan dengan sebuah
garis kausal, peristiwa-peristiwa tersebut juga dapat dihubungkan dengan garis
makna. Sebuah pengelompokan peristiwa - peristiwa bermakna tidak perlu memiliki
penjelasan, dalam arti sebab dan akibat yang konkret. Gejala-gejala
sinkronisitas seperti ini menurut Jung dapat dijelaskan berdasarkan hakikat Archetype-Archetype. Lebih lanjut, prinsip
sinkronisitas kiranya akan memperbaiki pandangan bahwa pikiran menyebabkan
materialisasi, atau terjadinya sesuatu sesuai seperti apa yang dipikirkan.
Di dalam psikologi keberadaan kartu Tarot lebih dekat dengan Psikologi
Transpersonal, karena tarot memiliki hubungan dengan Archetype dan sinkronisitas yang mana keberadaannya berada pada
wilayah ketidaksadaran kolektif. Arketip pada dasarnya merupakan bagian dari
wilayah ketidaksadaran yang kemudian diubah menjadi sadar dan diakui
keberadaannya, dan di butuhkan warna dari kesadaran individu sehingga ia dapat
muncul ke permukaan (Coster, 2010). Kemunculan Tarot kemudian dianggap memotret
wilayah kesadaran yang mana wilayah kesadaran atau stase of consciousness ini dibahas secara lebih mendalam dan
spesifik oleh Kelompok Integral di dalam Psikologi Transpersonal. Tujuannya
adalah untuk memahami manusia secara keseluruhan, yaitu manusia secara holistik
dengan memahami struktur manusia yang terdiri dari fisik, biologis, mental,
jiwa, dan spirit. Karena landasan psikoterapi transpersonal pada dasarnya
adalah bagaimana memandang klien sebagai mahluk yang mempunyai potensi
kesadaran spiritual, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan
semesta. Noesjirwan (2000) menyebutkan obyek psikologi transpersonal sedikitnya
memuat antara lain sebagai berikut :
1.
Keadaan –keadaan kesadaran
2.
Potensi-potensi tertinggi atau terakhir
3.
Melewati ego atau pribadi ( trans-ego)
4.
Transendensi dan
5.
Spiritual
Salah satu tokoh dalam perkembangan Psikologi Transpersonal yang
berpikir secara Integral adalah Ken Wilber. Wilber (1975) membagi kesadaran
integral menjadi beberapa bagian, diantaranya:
1.
Structure/level/wave/stage of consciousness,
yaitu subconsciousness – self consciousness – superconsciousness atau body-mind-soul and
spirit.
2.
Lines/stream of consciousness, yaitu kognisi,
moral, afekasi, kebutuhan, seksualitas, motivasi, dan self identity.
3.
State of
consciousness, yaitu waking-dreaming-deep sleep atau
fisik-subtle-causal-nondual. Perubahan yang muncul termasuk adanya peak experience, obat, holotropic state, meditatif atau contemplative
state.
4.
Phenomenal
of states, yaitu kegembiraan, bahagia, kesedihan, keinginan, dll.
Dengan mengacu pada grand
paradigm psikologi transpersonal, berdasarkan prinsipnya, pendekatan
transpersonal dapat dipergunakan untuk membantu agar klien bisa menyadari
kondisi dirinya sendiri, kondisi pikiran, tubuh, jiwa dan roh karena adanya
proses integrasi didalamnya. Karena tujuan terapi dalam psikologi transpersonal
adalah bagaimana agar si pasien bisa menyadari kondisi dirinya sendiri, kondisi
pikiran dan tubuhnya Dan dengan melihat peta di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa Tarot, berdasarkan teori serta metode praktiknya, dapat dipergunakan
untuk mengungkap wilayah jiwa dari seseorang karena cara kerja Tarot
berdasarkan atas prinsip sinkronisitasnya.
Meskipun selama ini jiwa merupakan wilayah Teologi, tetapi dengan
adanya keterkaitan antara fisik/biologis, mind,
soul, dan spirit maka tidak mungkin individu dapat mengungkapkan aspek jiwa
tanpa melibatkan fisik, mental dan roh. Sedangkan beberapa ahli mengatakan
bahwa Ilmu psikologi yang selalu berada pada wilayah mind akan sulit memahami soul
dan spirit. Oleh karena itu,
disitulah letak penting adanya integrasi di dalam asesmen karena prinsip
integral asesmen adalah memahami manusia secara holistik dengan terlebih dahulu
memahami struktur manusia yang terdiri dari fisik, mental, jiwa, dan roh.
Tentang Tarot sendiri, Paul Foster Case di dalam tulisannya, In Introduction to the Study of the Tarot mengatakan
bahwa,
“It (Tarot) rich symbolism and ingenious construction make the Tarot the best of all instruments for true occult
education, i. e., for ‘drawing out’ the wisdom hidden in the heart of man”
(Paul Foster Case,
1920, Halaman 3)
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa ada realitas yang
bersumber dari alam sadar serta alam bawah sadar, yaitu antara fisik dan
metafisik. Kedua hal tersebut saling berhubungan atau sinkron dengan
simbol-simbol, yang mana simbolisme hanya dapat bekerja bila strukturnya
diinterpretasi. Tujuan interpretasi adalah untuk menemukan sebuah nilai, yaitu the
wisdom hidden in the heart of man. Oleh karena itu, simbol dianggap memiliki
sebuah arti karena ia merupakan instrumen atau sebuah alat yang dapat menggali
nilai-nilai tersembunyi dari seorang manusia. Demi alasan inilah kenapa Tarot
kemudian dapat digunakan di dalam integral asesmen. Dan dek Mantegna dipilih
menjadi tools di dalam asesmen dengan
pertimbangan bahwa makna dari dek ini menggambarkan keadaan manusia yang
dipandang terkait dan merupakan bagian dari jagat raya. Dek Mantegna Tarocchi
merujuk tentang dunia filosofis khas zaman Renaissance, yaitu hierarki yang
dimulai dari manusia dengan tingkat terendah menuju tingkat tertinggi, yaitu
kekuatan universal atau kebersatuan dengan semesta alam.
Tabel 1:
Urutan Penyusunan dek Tarot
Mantegna
E-series
E
|
||||||||||
E-series
D
|
||||||||||
E-Series
C
|
||||||||||
E-series
B
|
||||||||||
E-series
A
|
Dek Mantegna terdiri dari 50 kartu dengan lima
pembagian pada tiap-tiap sepuluh kartu. Berikut adalah urutannya:
Jika pada Dek Kartu Tarot de
Marseille terdapat 22 kartu arcana mayor, pada Dek Kartu Tarot Mantegna
Tarocchi tidak ditemukan adanya arcana mayor atau minor. Dek Kartu Tarot Mantegna
Tarocchi berisikan hierarki yang dimulai dari manusia dengan tingkat terendah
menuju tingkat tertinggi, hingga kebersatuan kekuatan universal atau
kebersatuan dengan semesta alam. Berikut adalah tabel ringkasan tentang
pergerakan dek Mantegna, yang dimulai dari posisi manusia sebagai mikrokosmos
hingga makrokosmos, yaitu alam semesta.
Jadi, dekade kelima adalah perwujudan dari bola kosmik yang mewakili
makrokosmos sedangkan dekade pertama yaitu manusia menjadi semacam refleksi
oleh Mikrokosmos. Dengan adanya deretan dekade yang lain seperti Muses, Liberal Arts dan Kebajikan Dasar, maka jiwa manusia dipandang
sebagai manusia yang memiliki perasaan, yang berfikir dan bersedia
mengembangkan seluruh imajinasi serta potensi, intelektual dan juga spiritual.
Hal ini mencerminkan cita-cita zaman Renaissance yang dikemukakan pada akademi
Neoplatonisme yang menjadi inspirasi oleh para seniman, penulis dan musisi, dan
juga pada karya-karya besar dari jiwa manusia yang kreatif yang telah mengubah
bentuk-bentuk sosial pada zaman Renaissance serta zaman setelah Renaissance,
yang telah memberikan dorongan baru terhadap kebebasan dalam aspek spiritual untuk
mencari hakekat manusia secara keseluruhan dan seutuhnya. Jadi semakin jelas
bahwa kartu ini dan simbolisme dari mereka muncul dari sebuah Neoplatonis dan
arus hermetis, dan hal ini juga sesuai dengan pendekatan psikologi
transpersonal yang dekat dengan epistemologi manusia dan disiplin hermeneutik (hermeneutic disciplines) yang meliputi
humanism, eksistensialisme, fenomenologi dan antropologi.
Meskipun terdapat perbedaan antara Kartu Tarot yang dipergunakan oleh Carl
Gustav Jung, yaitu Dek Kartu Tarot de
Marseille dengan Dek Kartu Tarot Mantegna Tarocchi, tetapi penulis
menemukan serangkaian paralelisme ide diantara kedua Dek Tarot tersebut.
Berikut adalah tabel yang memuat paralelisme ide antara Dek Kartu Tarot de Marseille dengan Dek Kartu
Tarot Mantegna Tarocchi.
Paralelisme ide ini juga memberikan gambaran bahwa adanya persamaan
ide-ide ini juga mengindikasikan adanya kesamaan Archetype pada kedua dek Tarot tersebut karena pada dasarnya
arketip dapat ditemukan dimana saja, simbolnya adalah bentuk dari bahasa
pikiran, muncul dalam frekuensi yang berbeda dan terhubung antara satu dengan
yang lain melalui ketidaksadaran kolektif (Jung, 1991). Tetapi, melihat
kompleksitas kandungan simbolisme dan Archetype
di dalamnya, Dek Kartu Tarot Mantegna Tarocchi yang tidak mengenal arcana
mayor maupun minor, lebih memungkinkan untuk dilakukan eksplorasi karena karakteristiknya,
yaitu eksistensi manusia di dunia beserta hubungannya dengan alam semesta yang
dipandang sebagai satu kesatuan. Kompleksitas kandungan Archetype di dalam Dek Kartu Tarot Mantegna Tarocchi dapat dilihat
di dalam table 4 yang memuat simbolisme dan Archetype
pada Dek Kartu Tarot de Marseille dan Dek Kartu Tarot Mantegna Tarocchi.
Teori Interpretasi.
Tugas pokok ketika berhadapan dengan subjek dengan kartu Tarot yang
terbuka di hadapannya adalah interpretasi. Tujuannya adalah untuk menemukan
makna yang bersifat klinis. Interpretasi mencakup makna dari kartu Tarot itu
sendiri, yang mana makna tersebut saling berhubungan dengan subjek. Hubungan
ini dipandang sebagai sebuah sinkronisitas antara subjek dan kartu Tarot.
Ketika akan melakukan interpretasi untuk menemukan makna, penulis berpegang
pada salah satu teori interpretasi yang dikemukakan oleh Paul Ricoeur (1976). Di dalam bukunya, Interpretation Theory: Discourse
and the Surplus of Meaning, Paul Ricoeur mengatakan bahwa, apapun persoalan
yang dibawa ke dalam bahasa dengan mempergunakan simbol, namun tidak pernah
secara sempurna tergambarkan dalam bahasa, adalah sesuatu yang mempunyai
kekuatan, tangguh dan penuh energi. Hal ini menjelaskan bahwa manusia
ditengarai sebagai suatu kekuatan untuk eksis, yang secara tidak langsung dikenali
dari keseluruhan jalan hidupnya.
Tabel 5.
Hal yang dikemukakan oleh Paul Ricoeur tersebut juga dipertegas oleh Hans-George
Gadamer, seorang ahli filsafat di bidang hermeneutika. Menurut Gadamer (2013),
kebenaran justru dapat dicapai melalui keterlibatan dan dialog serta
penggabungan visi secara kreatif dan intens dengan objek yang dikaji. Maka
penggunaan bahasa dipahami sebagai alat untuk mencari kebenaran, yang oleh
Gadamer, dikatakan bahwa, kebenaran tersebut harus dipahami sebagai sebuah
ketersingkapan atau ketidaktersembunyian. Hal ini didasarkan bahwasanya manusia
itu bisa memahami. Oleh karena itu, bahasa tidak pernah bermakna tunggal. Bahasa
selalu memiliki beragam makna. Beragam makna di dalam bahasa menandakan adanya
sesuatu yang bersifat esensial, tetap, dan universal di dalam bahasa itu
sendiri. Artinya bahasa itu memiliki sesuatu yang sifatnya khas pada dirinya
sendiri, dan lepas dari pikiran manusia. Di dalam bahasa terdapat pengertian,
dan tugas pokok dari interpretasi adalah memahami pengertian tersebut, dan
membuka kemungkinan bagi pemahaman-pemahaman baru.
Maka dalam hal ini, dengan berpijak pada arketip dan karakteristiknya
pada tiap-tiap kartu, maka penulis akan dapat menemukan makna klinis atau
pemahaman baru yang bermakna secara klinis melalui wawancara atau proses
dialektika antara pemeriksa dan subjek. Hasil wawancara yang diperoleh kemudian
dibuat asesmen, dimana asesmen yang dimaksud di dalam psikologi klinis ialah
pengumpulan informasi untuk digunakan sebagai dasar bagi keputusan-keputusan
yang akan dikumpulkan oleh tim peneliti (Bernstein & Nietzel. 1980). Penemuan
makna klinis tersebut mengindikasikan bahwa terdapat masalah dan kemudian
masalah tersebut menjadi tugas seorang pemeriksa untuk membawanya ke alam sadar
melalui proses dialektika.
SIMPULAN
Pengukuran Kepribadian.
Berdasarkan fungsinya, Tarot dapat dikategorikan termasuk kelompok tes
proyektif karena berfungsi untuk memeriksa kepribadian, terutama untuk
mengungkapkan dinamika kepribadian dalam kaitannya dengan fungsi ego. Tes
proyektif berguna untuk mengungkap hal-hal yang kurang atau tidak disadari.
Fungsi kepribadian individu di dalam Tarot dipotret secara dinamis. Artinya, di
dalam Tarot kepribadian dipahami saat berfungsi dalam situasi sosial.
Pendekatan Ilmiah.
Penggunaan Tarot di dalam asesmen lebih mendasarkan pendekatannya pada
metode ideographic yaitu dengan prinsip atau kaidah khusus, dimana individu dilihat
sebagai makhluk yang unik.
Meskipun demikian, bukan berarti Tarot tidak dapat digabungkan dengan
alat tes yang lain untuk asesmen. Justru adanya kombinasi antara Tarot dengan
alat tes lain dapat dimanfaatkan untuk saling mendukung dan saling melengkapi
karena pemahaman akan dinamika kepribadian yang dihasilkan oleh Tarot bersifat
integral, yaitu saling melengkapi dengan alat tes lain yang mengungkap dimensi
mental (mind), fisik (body) dan juga roh (spirit).
SARAN
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam merefleksikan realitas
objektif atau pengalaman subjektif. Hal ini disebabkan karena subjek rentan
dipengaruhi oleh konteks dan warisan budaya mengenai bagaimana seseorang
harusnya bersikap terhadap topik tertentu. Peneliti selanjutnya diharapkan
dapat menyiasati kekurangan ini dengan penelitian yang mengedepankan integrasi
dengan berbagai alat ukur yang dapat mengungkap dimensi mental (mind), fisik (body) dan juga roh (spirit)
DAFTAR PUSTAKA
Assagioli,
R. 1965. Psychosynthesis: A collection of
basic writings. New York: Penguin.
Assagioli,
R. (1991). Transpersonal development: The
dimensions beyond Psychosynthesis. London, England: Crucible.
Bair,
Deirde. 2004. Jung: A Biography. New
York: Back Bay Books.
Bernstein,
Douglas A., Nietzel, Michael T. 1980. Introduction
to Clinical Psychology. New York: McGraw-Hill
Blackmore,
Susan J. 1983. Divination With Tarot Cards: An Empirical Study. Society for Psychical Research 52, 794
Case,
Paul F. 1920. In Introduction to the
Study of the Tarot. New York
Coster,
Philippe L. De. 2010. The Collective
Unconscious and Its Archetypes. Belgium: Satsang Press – Gent
Dostal,
Robert J. The cambridge companion to
GADAMER. Cambridge: Cambridge University Press
Gadamer, Hans-George. 2013. Truth and Method. London: Bloomsbury
Academic
Jung, C.G. 1933. Transkrip
Seminar oleh Carlg Jung. Transkrip (tidak
diterbitkan)
Jung, C.G. 1964. Man and His Symbols. New York: Doubleday
Jung,
C.G. 1991. The Archetypes and
the Collective Unconscious. 2nd Edition. Collected Works of C. G. Jung,
London: Routledge. ISBN
978-0-415-05139-2
Noesjirwan, Z.F. Joesoef. 2000. Konsep
Manusia Menurut Psikologi Transpersonal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ricoeur,
Paul. 1976. Interpretation Theory:
Discourse and the Surplus of Meaning. Texas Christian University Press:
Texas
Wilber, Ken. 1975. Psychologia Perennis: The Spectrum
of Consciousness. Journal of TranspersonalPsychology, Vol. 7, No.2
Wilber, Ken. 1997.
An Integral Theory of Consciousness. Journal of Consciousness Studies, 4 (1)
71-92.
No comments:
Post a Comment