Monday 3 April 2017

Mantegna Tarochi in Clinical Setting



Mantegna Tarochi in Clinical Setting
Sebuah Studi Literatur Penggunaan
 Tarot di dalam Asesmen Psikologis

Rangga Wirianto Putra S. Psi
Universitas Gunadarma



ABSTRACT

This literature study aims to look more closely what if the Tarot cards are used as an assessment tool in transpersonal psychology. In this case, the Tarot cards used are Mantegna Tarocchi - E-series made in Italy in the year 1465. The study of literature discusses the origins of Tarot more comprehensively to do with the Transpersonal Psychology approach, where Transpersonal Psychology approach is basically see humans based body, mind / mental, soul and spirit. This literature study using historical studies, psychology, and philosophy in particular hermeneutic philosophy. Results of the study of literature shows that it is possible if the Tarot is used in the assessment of psychological, especially with the approach of Transpersonal Psychology as Tarot load relationship or the principle of synchronicity between someone with a row of Tarot cards.
Keywords: tarot, assessment, literature, transpersonal.

ABSTRAK

Studi literatur ini bertujuan untuk melihat lebih dekat bagaimana jika Kartu Tarot digunakan sebagai alat asesmen di dalam ilmu psikologi transpersonal. Dalam hal ini, Kartu Tarot yang dipergunakan adalah Mantegna Tarocchi - E-series buatan Italia pada tahun 1465. Studi literatur ini membahas asal-usul Tarot secara lebih komprehensif hingga kaitannya dengan Psikologi dengan mahzab Transpersonal, dimana mahzab Psikologi Transpersonal ini pada dasarnya melihat manusia berdasarkan tubuh, pikiran/mental, jiwa serta roh. Studi literatur ini menggunakan kajian sejarah, psikologi, dan  filsafat khususnya filsafat hermeneutik. Hasil dari studi literatur ini menunjukkan bahwa adalah memungkinkan jika Tarot dipergunakan dalam asesmen psikologis, terutama dengan pendekatan Psikologi Transpersonal karena Tarot memuat hubungan atau prinsip sinkronisitas antara seseorang dengan deretan Kartu Tarot.
Kata Kunci: tarot, asesmen, literatur,transpersonal.


PENDAHULUAN
Pada mulanya, Tarot telah dikenal di dalam dunia Psikologi melalui Carl Gustav Jung (1875-1961). Jung adalah psikolog pertama yang menyadari simbolisme dalam Tarot. Ia melihat 22 kartu Tarot arkarna mayor menggambarkan Archetype – tema-tema yang melekat pada ketidak-sadaran manusia. Bagi Jung, jiwa manusia hidup terpisah dalam tiga bagian: sadar, ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Jung percaya bahwa "ketidaksadaran kolektif” adalah dasar dari apa yang dahulu kala disebut 'simpati dari segala sesuatu' (Jung, 1991). Archetype dan simbol universal hidup di bawah sadar pribadi dan kolektif, membentuk persepsi dan pengalaman. Archetype adalah kecenderungan yang tidak dapat dipelajari untuk mengalami hal-hal tertentu melalui jalan-jalan tertentu. Archetype tidak memiliki wujud pada dirinya sendiri, tapi dia beraksi sebagai “prinsip penentu” pada apa-apa yang dilihat atau yang dilakukan. Archetype secara laten tersembunyi dalam semua orang dan akan diberi ungkapan simbolis menurut situasi historis di mana orang itu tercakup. Archetype sering kali muncul dalam mitos, cerita rakyat, atau mimpi.  Jung kemudian memandang tarot memiliki arketip-arketip pada diri manusia. Ia melihatnya di dalam 22 kartu Tarot arkarna mayor Dek Kartu Tarot de Marseille.
Penggunaan Tarot atas dasar Archetype ini digunakan oleh beberapa psikolog sebagai wadah konseling. Konselor meminta klien untuk memilih beberapa kartu dan mengidentifikasi diri mereka dalam gambar-gambar yang tertera pada kartu tersebut. Apa yang mereka lihat? Apa yang sedang terjadi dalam gambar tersebut? Apa perasaan yang kira-kira dirasakan ketika melihat kartu tersebut? Seketika teknik ini mengingatkan pada tes proyektif seperti Rorschach, TAT serta Blacky Pictures Test pada anak-anak, yaitu alat psikologis berbentuk proyektif yang meminta klien untuk mengidentifikasi gambar.
Jauh sebelum Dek Kartu Tarot de Marseille dibuat yaitu setidaknya pada tahun 1889, telah ditemukan bentuk Tarot yang lebih awal, yaitu Dek Kartu Mantegna Tarocchi. Kartu ini dibuat pada abad ke-15 di Italia. Tempat dan tanggal penciptaan mereka masih diperdebatkan, namun diperkirakan Ferrara adalah tempat asal kartu ini pada sekitar tahun 1465 (E-series) dan 1470-5 (S-series). Dek Mantegna Tarocchi merujuk tentang dunia filosofis khas zaman  Renaissance, yaitu hierarki yang dimulai dari manusia dengan tingkat terendah menuju tingkat tertinggi, yaitu kekuatan universal atau kebersatuan dengan semesta alam. Model hierarki ini telah banyak digunakan, termasuk di dalam dek tarot yang lebih modern, diantaranya Tarot de Marseille dan Tarot Rider.
Pertanyaan yang muncul kemudian yang merupakan pertanyaan penelitian adalah, bagaimana cara kerja Kartu Tarot menurut perspektif Ilmu Psikologi? Lalu, bagaimana Tarot dapat merepresentasi atau memotret kepribadian manusia? Dan yang terakhir, berdasarkan karakteristiknya, layakkah Dek Kartu Mantegna Tarocchi dijadikan alat asesmen Psikologis?



METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi literatur. Studi literatur merupakan pembahasan literatur pada bidang tertentu dari suatu penelitian. Studi ini merupakan gambaran singkat dari apa yang telah dipelajari, argumentasi, dan ditetapkan tentang suatu topik, dan diorganisasikan secara kronologis atau tematis. Studi ini dilakukan dengan mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan, dalam hal ini adalah penggunaan Tarot sebagai tools untuk asesmen Psikologis. Referensi teori yang diperoleh dengan jalan penelitian studi literatur dijadikan sebagai fondasi dasar dan alat utama bagi praktek penelitian.

Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari jurnal, buku yang memuat dokumentasi, dan internet. Data sekunder diperoleh dari hasil mengelompokkan bagian-bagian yang memiliki ide parallel atau unit-unit yang memuat kesamaan ide yang mendasari tema.

Metode Analisis Data
Data-data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan berbagai fakta-fakta dan teori yang kemudian disusul dengan analisis, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya. Sedangkan hasil analisis dipaparkan dalam uraian deskriptif-argumentatif.

PEMBAHASAN
Lebih dari lima abad Tarot telah dipergunakan di Eropa untuk bermain kartu dan meramal, tetapi lebih banyak dipergunakan untuk doktrinisasi secara rahasia. Tarot juga dipandang sebagai simbol dari kebudayaan kuno dan mempengaruhi para pemikir abad pencerahan yang hingga saat ini masih memiliki pengaruh terhadap kehidupan modern (Case, 1920). Studi terhadap Kartu Tarot telah dimulai setidaknya pada tahun 1920. Paul Foster case (1920) di dalam bukunya, An Introduction to the Study of the Tarot menyatakan bahwa pada awalnya buku ini betujuan untuk menunjukkan bagaimana menggunakan Tarot untuk tujuan membangkitkan pemikiran dan pemikiran tersebut dibawa ke permukaan kesadaran yang penuh, prinsip-prinsip dasar Okultisme Sains, yaitu ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan yang tersembunyiyang terdapat di alam semesta yang terletak tersembunyi di diri umat manusia. Semua prinsip-prinsip ini didasarkan pada satu kebenaran tunggal, dan pengetahuan tentang kebenaran yang telah dibawa oleh setiap umat manusia tetapi kebenaran tersebut belum ditemukan untuk kemudian dibawa ke alam kesadaran untuk kemudian dipergunakan.
Studi empiris terhadap Tarot telah dimulai setidaknya sejak tahun 1983. Blackmore (1983) yang menyatakan bahwa Tarot memiliki validitas yang tinggi ketika menghasilkan interpretasi terhadap kepribadian subjek, terutama ketika pembaca Tarot dan subjek dalam kondisi saling berhadapan. Subjek mengatakan bahwa hasil dari analisis kepribadian mereka menggunakan kartu Tarot adalah memiliki kesesuaian terhadap kepribadian mereka yang sebenarnya. Studi ini memperkuat posisi Kartu Tarot di dalam asesmen psikologis.
Di dalam Ilmu Psikologi, Tarot telah dikenal melalui Carl Gustav Jung (1875-1961). Jung adalah psikolog pertama yang menyadari simbolisme dalam Tarot (Jung, 1933). Jung melihat 22 kartu Tarot arkarna mayor Dek Kartu Tarot de Marseille yang menggambarkan Archetype – tema-tema yang melekat pada ketidak-sadaran manusia (Bair, 2004). Archetype merupakan isi dari ketidaksadaran kolektif, yang berarti mereka asli (primal), pola yang diwariskan dan merupakan bentuk-bentuk dari pikiran dan pengalaman (Coster, 2010). Archetype sendiri berasal dari bahasa Yunani, arche dan tupos. Arche atau 'first principle' menunjuk ke sumber penalaran kreatif, yang tidak bisa diwakilkan atau dilihat secara langsung (Coster, 2010). Tupos, atau ‘impression', yaitu kesan yang mengacu pada salah satu dari berbagai manifestasi dari ‘prinsip pertama’. Secara lebih spesifik, di dalam bukunya The Archetypes and the Collective Unconscious, Jung (1991) menjelaskan tentang Archetype. Archetype adalah panduan batin, yang menyajikan sebuah struktur dalam untuk pengalaman, motivasi serta makna. Archetype ini membantu individu pada dirinya sendiri, dalam bentuk perjalanan hidup yang unik atau pengalaman spiritual. Penggunaan terminologi spiritual tidak semata-mata merujuk pada pengalaman beragama, tetapi mencakup seluruh wilayah kesadaran (states of consciousness) dan semua fungsi dan kesadaran yang dilakukan menyangkut kebernilaian berdasarkan norma ethic, aesthetic, heroic, humanitarian dan altruistic value (Assagioli, 1991).
Jung menyatakan bahwa individu tidak bisa menentukan jumlah Archetype dengan pasti. Archetype-Archetype tersebut saling tumpang tindih dan cair. Namun ada beberapa Archetype menurut Jung, yaitu:
1.    Archetype ibu. Archetype ibu adalah salah satu sosok yang paling baik. Manusia tidak akan bisa bertahan hidup tanpa adanya hubungan dengan sosok ibu ketika manusia masih bayi dan tidak berdaya.
2.    Archetype ayah. Ayah sering disimbolkan sebagai sosok pelindung dan penguasa.
3.    Archetype anak. Archetype anak sering direpresentasikan dengan masa depan.
4.    Archetype pahlawan. Archetype pahlawan identik dengan sosok yang bijaksana dan penyelamat.
5.    Archetype penyihir. Peran penyihir adalah menghalangi kemenangan si pahlawan dan membuat kesulitan-kesulitan.
6.    Archetype hermaprodit. Yaitu yang melambangkan persatuan 2 hal yang berlawanan.
7.    Archetype diri. Diri adalah Archetype yang mempresentasikan transendensi segala bentuk oposisi dan dengan begitu segala aspek di dalam kepribadian individu diekspresikan secara seimbang.
Namun, menurut Coster (2010) secara umum, ada 19 macam Archetype, yaitu:
1. Innocent : individu memandang hidup sebagai sesuatu yang menyenangkan dan menganggap lingkungannya sebagai sesuatu yang aman sehingga mudah percaya pada orang lain serta mempunyai optimisme yang tinggi
2. Orphan : individu memandang hidup tidaklah mudah, sehingga ia bisa belajar dari masalah dan pengalamannya untuk lebih berhati-hati.
3. Warrior : individu mempunyai tingkat keberanian yang tinggi dalam menghadapi segala hal.
4. Caregiver : individu mempunyai tingkat kepedulian yang tinggi terhadap sesama.
5. Seeker : berjiwa petualang, mandiri dalam rangka mencari jati diri, tampil beda dan beraktualisasi diri
6. Ruler : sebagai individu alternatif. Individu yang mempunyai kesiapsiagaan dalam banyak hal.
7. Lover : individu penuh kasih sayang, suka keindahan, sangat menekankan pada pentingnya suatu hubungan.
8. Destroyer : individu mempunyai kemampuan dalam hal kapan harus bertindak, strategic, berani meninggalkan sesuatu yang dianggapnya sudah tidak ‘layak’ dilakukan/dianut lagi
9. Creator : individu yang Imajinatif dan kreatif, mudah mendapatkan inspirasi ketika dihadapkan pada masalah
10. Magician : individu yang berwibawa dan mampu mengorganisir banyak orang untuk mencapai tujuan bersama
11. Sage : individu yang Bijaksana, kritis dan analitik terhadap setiap permasalahan
12. Jester : individu yang mampu mengkondisikan suasana (bina suasana), humoris, dianggap ‘ganjil’ jika tidak ada dan akan meng’genap’kan jika ada.
13. Hero: Diri atau tokoh utama
14. Mentor: memberikan motivasi, wawasan dan latihan untuk menolong tokoh utama
15. Threshold guardian: melindungi sebuah dunia berikut dengan rahasia di dalamnya dari tokoh utama dan seringkali memberikan ujian untuk pembuktian komitmen dan ketangguhan tokoh utama.
16. Herald: Karakter pemberita masalah yang harus dihadapi atau tantangan dan mengumumkan tentang perubahan yang signifikan
17. Shapeshifter: karakter yang menyesatkan dengan menyembunyikan sisi kekuatan dan loyalitas sang tokoh utama
18. Shadow: representasi dari sisi gelap, penolakan. Simbolisasi dari ketakutan dan phobia
19. Trickster: sang penipu yang membuat dunia yang aman menjadi chaos dengan memanfaatkan kejenakaan dan kelucuan karakter mereka. Penipu menggunakan tawa dan ejekan untuk membuat orang-orang melihat keanehan dari sebuah situasi dan mungkin dapat memaksa terjadinya perubahan.
Archetype dikatakan bersifat psychoid, yaitu bersifat fisik dan psikologis sekaligus. Akibatnya Archetype dapat membawa ke dalam kesadaran suatu gambaran jiwa tentang peristiwa fisik meskipun tidak ada persepsi langsung terhadap peristiwa fisik tersebut. Archetype tidak menyebabkan dua peristiwa; tetapi ia memiliki suatu kausalitas yang memungkinkan sinkronisitas itu terjadi. Oleh karena Tarot memuat Archetype- Archetype maka dapat diambil kesimpulan bahwa cara kerja Tarot bukanlah menggunakan prinsip random, tetapi menggunakan asas Sinkronisitas (Synchonicity).
Jung mengemukakan suatu prinsip yang bukan kausalitas dan juga bukan teleology. Ia menyebutnya sebagai prinsip sinkronisitas. Jung menciptakan istilah sinkronisitas ini untuk menggambarkan apa yang ia sebut sebagai peristiwa-peristiwa bukan-sebab-akibat yang kebetulan terjadi bertepatan secara temporal. Jung menggambarkan sinkronisitas secara bervariasi sebagai sebuah “prinsip bukan-sebab-akibat yang menghubungkan (kebersamaan)”, “peristiwa kebetulan bermakna”, dan “paralelisme bukan-sebab-akibat”.
Prinsip sinkronisitas itu kemudian diterapkan pada peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat yang sama, tetapi peristiwa yang satu tidak disebabkan oleh peristiwa yang lain. Prinsip sinkronisitas bertujuan mempertahankan bahwa sama seperti halnya peristiwa-peristiwa yang dapat dihubungkan dengan sebuah garis kausal, peristiwa-peristiwa tersebut juga dapat dihubungkan dengan garis makna. Sebuah pengelompokan peristiwa - peristiwa bermakna tidak perlu memiliki penjelasan, dalam arti sebab dan akibat yang konkret. Gejala-gejala sinkronisitas seperti ini menurut Jung dapat dijelaskan berdasarkan hakikat Archetype-Archetype. Lebih lanjut, prinsip sinkronisitas kiranya akan memperbaiki pandangan bahwa pikiran menyebabkan materialisasi, atau terjadinya sesuatu sesuai seperti apa yang dipikirkan.
Di dalam psikologi keberadaan kartu Tarot lebih dekat dengan Psikologi Transpersonal, karena tarot memiliki hubungan dengan Archetype dan sinkronisitas yang mana keberadaannya berada pada wilayah ketidaksadaran kolektif. Arketip pada dasarnya merupakan bagian dari wilayah ketidaksadaran yang kemudian diubah menjadi sadar dan diakui keberadaannya, dan di butuhkan warna dari kesadaran individu sehingga ia dapat muncul ke permukaan (Coster, 2010). Kemunculan Tarot kemudian dianggap memotret wilayah kesadaran yang mana wilayah kesadaran atau stase of consciousness ini dibahas secara lebih mendalam dan spesifik oleh Kelompok Integral di dalam Psikologi Transpersonal. Tujuannya adalah untuk memahami manusia secara keseluruhan, yaitu manusia secara holistik dengan memahami struktur manusia yang terdiri dari fisik, biologis, mental, jiwa, dan spirit. Karena landasan psikoterapi transpersonal pada dasarnya adalah bagaimana memandang klien sebagai mahluk yang mempunyai potensi kesadaran spiritual, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan semesta. Noesjirwan (2000) menyebutkan obyek psikologi transpersonal sedikitnya memuat antara lain sebagai berikut :
1.    Keadaan –keadaan kesadaran
2.    Potensi-potensi tertinggi atau terakhir
3.    Melewati ego atau pribadi ( trans-ego)
4.    Transendensi dan
5.    Spiritual
Salah satu tokoh dalam perkembangan Psikologi Transpersonal yang berpikir secara Integral adalah Ken Wilber. Wilber (1975) membagi kesadaran integral menjadi beberapa bagian, diantaranya:
1.    Structure/level/wave/stage of consciousness, yaitu subconsciousnessself consciousnesssuperconsciousness atau body-mind-soul and spirit.
2.    Lines/stream of consciousness, yaitu kognisi, moral, afekasi, kebutuhan, seksualitas, motivasi, dan self identity.
3.    State of consciousness, yaitu waking-dreaming-deep sleep  atau fisik-subtle-causal-nondual. Perubahan yang muncul termasuk adanya peak experience, obat, holotropic state, meditatif atau contemplative state.
4.    Phenomenal of states, yaitu kegembiraan, bahagia, kesedihan, keinginan, dll.
Dengan mengacu pada grand paradigm psikologi transpersonal, berdasarkan prinsipnya, pendekatan transpersonal dapat dipergunakan untuk membantu agar klien bisa menyadari kondisi dirinya sendiri, kondisi pikiran, tubuh, jiwa dan roh karena adanya proses integrasi didalamnya. Karena tujuan terapi dalam psikologi transpersonal adalah bagaimana agar si pasien bisa menyadari kondisi dirinya sendiri, kondisi pikiran dan tubuhnya Dan dengan melihat peta di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Tarot, berdasarkan teori serta metode praktiknya, dapat dipergunakan untuk mengungkap wilayah jiwa dari seseorang karena cara kerja Tarot berdasarkan atas prinsip sinkronisitasnya.
Meskipun selama ini jiwa merupakan wilayah Teologi, tetapi dengan adanya keterkaitan antara fisik/biologis, mind, soul, dan spirit maka tidak mungkin individu dapat mengungkapkan aspek jiwa tanpa melibatkan fisik, mental dan roh. Sedangkan beberapa ahli mengatakan bahwa Ilmu psikologi yang selalu berada pada wilayah mind akan sulit memahami soul dan spirit. Oleh karena itu, disitulah letak penting adanya integrasi di dalam asesmen karena prinsip integral asesmen adalah memahami manusia secara holistik dengan terlebih dahulu memahami struktur manusia yang terdiri dari fisik, mental, jiwa, dan roh.
Tentang Tarot sendiri, Paul Foster Case di dalam tulisannya, In Introduction to the Study of the Tarot mengatakan bahwa,

It (Tarot) rich symbolism and ingenious construction make the Tarot the best of all instruments for true occult education, i. e., for ‘drawing out’ the wisdom hidden in the heart of man
(Paul Foster Case, 1920, Halaman 3)

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa ada realitas yang bersumber dari alam sadar serta alam bawah sadar, yaitu antara fisik dan metafisik. Kedua hal tersebut saling berhubungan atau sinkron dengan simbol-simbol, yang mana simbolisme hanya dapat bekerja bila strukturnya diinterpretasi. Tujuan interpretasi adalah untuk menemukan sebuah nilai, yaitu the wisdom hidden in the heart of man. Oleh karena itu, simbol dianggap memiliki sebuah arti karena ia merupakan instrumen atau sebuah alat yang dapat menggali nilai-nilai tersembunyi dari seorang manusia. Demi alasan inilah kenapa Tarot kemudian dapat digunakan di dalam integral asesmen. Dan dek Mantegna dipilih menjadi tools di dalam asesmen dengan pertimbangan bahwa makna dari dek ini menggambarkan keadaan manusia yang dipandang terkait dan merupakan bagian dari jagat raya. Dek Mantegna Tarocchi merujuk tentang dunia filosofis khas zaman Renaissance, yaitu hierarki yang dimulai dari manusia dengan tingkat terendah menuju tingkat tertinggi, yaitu kekuatan universal atau kebersatuan dengan semesta alam.

Tabel 1:
Urutan Penyusunan dek Tarot Mantegna
E-series E
E-series D
E-Series C
E-series B
E-series A

Dek Mantegna terdiri dari 50 kartu dengan lima pembagian pada tiap-tiap sepuluh kartu. Berikut adalah urutannya:





Jika pada Dek Kartu Tarot de Marseille terdapat 22 kartu arcana mayor, pada Dek Kartu Tarot Mantegna Tarocchi tidak ditemukan adanya arcana mayor atau minor. Dek Kartu Tarot Mantegna Tarocchi berisikan hierarki yang dimulai dari manusia dengan tingkat terendah menuju tingkat tertinggi, hingga kebersatuan kekuatan universal atau kebersatuan dengan semesta alam. Berikut adalah tabel ringkasan tentang pergerakan dek Mantegna, yang dimulai dari posisi manusia sebagai mikrokosmos hingga makrokosmos, yaitu alam semesta.



Jadi, dekade kelima adalah perwujudan dari bola kosmik yang mewakili makrokosmos sedangkan dekade pertama yaitu manusia menjadi semacam refleksi oleh Mikrokosmos. Dengan adanya deretan dekade yang lain seperti Muses, Liberal Arts dan Kebajikan Dasar, maka jiwa manusia dipandang sebagai manusia yang memiliki perasaan, yang berfikir dan bersedia mengembangkan seluruh imajinasi serta potensi, intelektual dan juga spiritual. Hal ini mencerminkan cita-cita zaman Renaissance yang dikemukakan pada akademi Neoplatonisme yang menjadi inspirasi oleh para seniman, penulis dan musisi, dan juga pada karya-karya besar dari jiwa manusia yang kreatif yang telah mengubah bentuk-bentuk sosial pada zaman Renaissance serta zaman setelah Renaissance, yang telah memberikan dorongan baru terhadap kebebasan dalam aspek spiritual untuk mencari hakekat manusia secara keseluruhan dan seutuhnya. Jadi semakin jelas bahwa kartu ini dan simbolisme dari mereka muncul dari sebuah Neoplatonis dan arus hermetis, dan hal ini juga sesuai dengan pendekatan psikologi transpersonal yang dekat dengan epistemologi manusia dan disiplin hermeneutik (hermeneutic disciplines) yang meliputi humanism, eksistensialisme, fenomenologi dan antropologi.
Meskipun terdapat perbedaan antara Kartu Tarot yang dipergunakan oleh Carl Gustav Jung, yaitu Dek Kartu Tarot de Marseille dengan Dek Kartu Tarot Mantegna Tarocchi, tetapi penulis menemukan serangkaian paralelisme ide diantara kedua Dek Tarot tersebut. Berikut adalah tabel yang memuat paralelisme ide antara Dek Kartu Tarot de Marseille dengan Dek Kartu Tarot Mantegna Tarocchi.



Paralelisme ide ini juga memberikan gambaran bahwa adanya persamaan ide-ide ini juga mengindikasikan adanya kesamaan Archetype pada kedua dek Tarot tersebut karena pada dasarnya arketip dapat ditemukan dimana saja, simbolnya adalah bentuk dari bahasa pikiran, muncul dalam frekuensi yang berbeda dan terhubung antara satu dengan yang lain melalui ketidaksadaran kolektif (Jung, 1991). Tetapi, melihat kompleksitas kandungan simbolisme dan Archetype di dalamnya, Dek Kartu Tarot Mantegna Tarocchi yang tidak mengenal arcana mayor maupun minor, lebih memungkinkan untuk dilakukan eksplorasi karena karakteristiknya, yaitu eksistensi manusia di dunia beserta hubungannya dengan alam semesta yang dipandang sebagai satu kesatuan. Kompleksitas kandungan Archetype di dalam Dek Kartu Tarot Mantegna Tarocchi dapat dilihat di dalam table 4 yang memuat simbolisme dan Archetype pada Dek Kartu Tarot de Marseille dan Dek Kartu Tarot Mantegna Tarocchi.

Teori Interpretasi.
Tugas pokok ketika berhadapan dengan subjek dengan kartu Tarot yang terbuka di hadapannya adalah interpretasi. Tujuannya adalah untuk menemukan makna yang bersifat klinis. Interpretasi mencakup makna dari kartu Tarot itu sendiri, yang mana makna tersebut saling berhubungan dengan subjek. Hubungan ini dipandang sebagai sebuah sinkronisitas antara subjek dan kartu Tarot. Ketika akan melakukan interpretasi untuk menemukan makna, penulis berpegang pada salah satu teori interpretasi yang dikemukakan oleh Paul Ricoeur (1976). Di dalam bukunya, Interpretation Theory: Discourse and the Surplus of Meaning, Paul Ricoeur mengatakan bahwa, apapun persoalan yang dibawa ke dalam bahasa dengan mempergunakan simbol, namun tidak pernah secara sempurna tergambarkan dalam bahasa, adalah sesuatu yang mempunyai kekuatan, tangguh dan penuh energi. Hal ini menjelaskan bahwa manusia ditengarai sebagai suatu kekuatan untuk eksis, yang secara tidak langsung dikenali dari keseluruhan jalan hidupnya.

Tabel 5.





Hal yang dikemukakan oleh Paul Ricoeur tersebut juga dipertegas oleh Hans-George Gadamer, seorang ahli filsafat di bidang hermeneutika. Menurut Gadamer (2013), kebenaran justru dapat dicapai melalui keterlibatan dan dialog serta penggabungan visi secara kreatif dan intens dengan objek yang dikaji. Maka penggunaan bahasa dipahami sebagai alat untuk mencari kebenaran, yang oleh Gadamer, dikatakan bahwa, kebenaran tersebut harus dipahami sebagai sebuah ketersingkapan atau ketidaktersembunyian. Hal ini didasarkan bahwasanya manusia itu bisa memahami. Oleh karena itu, bahasa tidak pernah bermakna tunggal. Bahasa selalu memiliki beragam makna. Beragam makna di dalam bahasa menandakan adanya sesuatu yang bersifat esensial, tetap, dan universal di dalam bahasa itu sendiri. Artinya bahasa itu memiliki sesuatu yang sifatnya khas pada dirinya sendiri, dan lepas dari pikiran manusia. Di dalam bahasa terdapat pengertian, dan tugas pokok dari interpretasi adalah memahami pengertian tersebut, dan membuka kemungkinan bagi pemahaman-pemahaman baru.
Maka dalam hal ini, dengan berpijak pada arketip dan karakteristiknya pada tiap-tiap kartu, maka penulis akan dapat menemukan makna klinis atau pemahaman baru yang bermakna secara klinis melalui wawancara atau proses dialektika antara pemeriksa dan subjek. Hasil wawancara yang diperoleh kemudian dibuat asesmen, dimana asesmen yang dimaksud di dalam psikologi klinis ialah pengumpulan informasi untuk digunakan sebagai dasar bagi keputusan-keputusan yang akan dikumpulkan oleh tim peneliti (Bernstein & Nietzel. 1980). Penemuan makna klinis tersebut mengindikasikan bahwa terdapat masalah dan kemudian masalah tersebut menjadi tugas seorang pemeriksa untuk membawanya ke alam sadar melalui proses dialektika.

SIMPULAN

Pengukuran Kepribadian.
Berdasarkan fungsinya, Tarot dapat dikategorikan termasuk kelompok tes proyektif karena berfungsi untuk memeriksa kepribadian, terutama untuk mengungkapkan dinamika kepribadian dalam kaitannya dengan fungsi ego. Tes proyektif berguna untuk mengungkap hal-hal yang kurang atau tidak disadari. Fungsi kepribadian individu di dalam Tarot dipotret secara dinamis. Artinya, di dalam Tarot kepribadian dipahami saat berfungsi dalam situasi sosial.

Pendekatan Ilmiah.
Penggunaan Tarot di dalam asesmen lebih mendasarkan pendekatannya pada metode ideographic yaitu dengan prinsip atau kaidah khusus, dimana individu dilihat sebagai makhluk yang unik.
Meskipun demikian, bukan berarti Tarot tidak dapat digabungkan dengan alat tes yang lain untuk asesmen. Justru adanya kombinasi antara Tarot dengan alat tes lain dapat dimanfaatkan untuk saling mendukung dan saling melengkapi karena pemahaman akan dinamika kepribadian yang dihasilkan oleh Tarot bersifat integral, yaitu saling melengkapi dengan alat tes lain yang mengungkap dimensi mental (mind), fisik (body) dan juga roh (spirit).

SARAN
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam merefleksikan realitas objektif atau pengalaman subjektif. Hal ini disebabkan karena subjek rentan dipengaruhi oleh konteks dan warisan budaya mengenai bagaimana seseorang harusnya bersikap terhadap topik tertentu. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menyiasati kekurangan ini dengan penelitian yang mengedepankan integrasi dengan berbagai alat ukur yang dapat mengungkap dimensi mental (mind), fisik (body) dan juga roh (spirit)


DAFTAR PUSTAKA
Assagioli, R. 1965. Psychosynthesis: A collection of basic writings. New York: Penguin.
Assagioli, R. (1991). Transpersonal development: The dimensions beyond Psychosynthesis. London, England: Crucible.
Bair, Deirde. 2004. Jung: A Biography. New York: Back Bay Books.
Bernstein, Douglas A., Nietzel, Michael T. 1980. Introduction to Clinical Psychology. New York: McGraw-Hill
Blackmore, Susan J. 1983. Divination With Tarot Cards: An Empirical Study. Society for Psychical Research 52, 794
Case, Paul F. 1920. In Introduction to the Study of the Tarot. New York
Coster, Philippe L. De. 2010. The Collective Unconscious and Its Archetypes. Belgium: Satsang Press – Gent
Dostal, Robert J. The cambridge companion to GADAMER. Cambridge: Cambridge University Press
Gadamer, Hans-George. 2013. Truth and Method. London: Bloomsbury Academic
Jung, C.G. 1933. Transkrip Seminar oleh Carlg Jung. Transkrip (tidak diterbitkan)
Jung, C.G. 1964. Man and His Symbols. New York: Doubleday
Jung, C.G. 1991. The Archetypes and the Collective Unconscious. 2nd Edition. Collected Works of C. G. Jung, London: Routledge. ISBN 978-0-415-05139-2
Noesjirwan, Z.F. Joesoef. 2000. Konsep Manusia Menurut Psikologi Transpersonal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ricoeur, Paul. 1976. Interpretation Theory: Discourse and the Surplus of Meaning. Texas Christian University Press: Texas
Wilber, Ken. 1975. Psychologia Perennis: The Spectrum of  Consciousness. Journal of TranspersonalPsychology, Vol. 7, No.2
Wilber, Ken. 1997. An Integral Theory of Consciousness.  Journal of Consciousness Studies, 4 (1) 71-92.


No comments:

Post a Comment

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM NOVEL “ THE SWEET SINS”   KARYA RANGGA WIRIANTO PUTRA Amalia Meldani Mahasiswa Prodi Sastra Ind...